Saya terlahir dari orang tua yang menganut agama Kristen, atau berarti pengikut Kristus. Sosok Kristus dapat disebut juga dengan Yesus, atau juga Nabi Isa. Sejak kecil, saya memiliki wawasan yang cukup mengenai agama ini. Orang tua di rumah mengenalkan ini, kakak asuh Sekolah Minggu di gereja pun juga memberitakannya. Mungkin dapat dikatakan, bahwa saya terbekali oleh beberapa pengetahuan yang layak untuk menjadi seorang pengikut Kristus. Tidak hanya dari kecil, ketika saya beranjak dewasa saat duduk di bangku sekolah menengah atas, saya harus mengikuti sidi sebagai manifestasi dan peneguhan tentang pilihan saya menjadi pengikut Kristus.
Inti prolog di atas bertolak belakang dengan posisi saya ketika beranjak semakin dewasa. Sejak masuk di dunia perkuliahan, saya memiliki role model yang baru dan beragam. Saya mulai mencoba paham tentang sejarah dan kehidupan sosial di era sekarang. Saya berusaha untuk melakukan connecting the dots tentang hal-hal yang terjadi di lingkungan masyarakat dengan pengetahuan yang saya miliki. Dengan penuh rasa keingintahuan dan limitasi pengetahuan, saya menjadi lebih berani untuk menyimpulkan dan menghasilkan sintesis sederhana dari hasil analisis otak saya.
Dari beberapa pertanyaan yang saya miliki dan masih belum terjawab tentang fenomena semesta ini, salah satunya adalah tentang kepercayaan. Bagi saya, kepercayaan yang dimaksud di sini memiliki kaitan dengan agama yang dipeluk.
Orang tua saya percaya dengan Kristus, maka dari itu mereka menjadi umat beragama Kristen. Namun, sejak saya berada di masa perkuliahan, saya menjadi skeptis tentang agama. Saya menjadi goyah dan tidak percaya dengan Kristus.
Untuk perlu diketahui, saya adalah orang yang sinis pada sikap orang lain yang memberi kehormatan tinggi dan keagungan absolut pada salah seorang sosok. Pada kasus ini, Kristen memiliki kiblat ke Kristus. Nah, saya tidak cocok dengan sikap-sikap seperti itu. Ini pun merupakan penyebab bagi saya untuk menjauh dan tidak percaya akan hal-hal tentangnya. Berulang kali saya menista, berkali-kali saya menjauhkan diri dari kebiasaan pengikut Kristus yang sering dianggap baik. Bahkan, sampai detik saat saya menulis ini pun, saya masih sinis dengan sikap junjungan seperti itu.
Lantas, saya berpikir bahwa saya semakin mantap untuk menyatakan diri; tidak butuh Kristus. Saya lebih senang dilabeli sebagai orang yang ateis dan / atau juga agnostik. Terbebas dari kedua hal itu, intinya adalah saya terlepas dari sikap-sikap mengagungkan sosok tertentu.
Namun, ini penting.
Ternyata, saya tidak bisa. Ketika saya mencoba untuk melepaskan diri dari sosok Kristus, saya merasa berdosa. Tapi, saya masih melakukan pergumulan pikiran di sana; apakah dosa itu? Siapa yang menciptakan terminologi dosa? Apakah ini hanya sugesti?
At the end, saya memiliki tesis tersendiri mengenai kepercayaan yang saya yakini. Bahwa pada akhirnya, saya memang harus tetap berada di jalur-jalur umat beragama Kristen. Saya masih merasa perlu berdoa dan meminta kepada Yesus. Mengapa? Hal itu membantu saya untuk tetap berada di jalur menuju tujuan hidup saya. Tidak hanya itu, hal itu pun juga menunjang produktivitas bekerja, bahkan memberikan stimulus positif yang luar biasa pada level empati dan simpati yang saya miliki [re: empati dan simpati seringkali eror].
Jadi, saya masih tidak suka dengan sikap orang yang mengagungkan sosok Kristus. Tidak, saya sangat tidak suka. Namun, saya masih perlu berurusan dengan-Nya. Karena hal itu memberikan dampak baik untuk saya. Berdoa dan beribadah di gereja bagaikan pengingat bagi saya untuk tetap peduli dan berbagi dengan orang lain. Aktivitas itu mengingatkan saya untuk tidak menjadi egois. Saya rasa itu baik, karena memang hal yang terpenting bagi saya adalah tiap manusia mampu hidup rukun, menghormati kewajiban juga hak orang lain untuk mencapai tujuan hidup masing-masing.
Ketika ditanya, apakah saya percaya Kristus? Saya masih belum tahu harus menjawab apa. Namun, saya memastikan bahwa saya membutuhkan siklus dan sistem ini. Saya butuh untuk tetap berdoa dan menjalankan kehidupan seperti ini, supaya saya pun dapat menjalani hidup menjadi lebih berguna untuk orang lain.
Anw, Merry Christmas!
Anw, Merry Christmas!
Comments
Post a Comment