Sabtu, 14 April 2012
Surakarta…
Sebuah kota di selatan provinsi Jawa Tengah. Kota yang memiliki berbagai bentuk peninggalan sejarah, seperti keraton, batik, dan logat Jawa yang kental.
Saya dan teman-teman pun berkesempatan mengunjungi kota yang dipimpin oleh Joko Widodo [wali kota yang menyukai music rock] itu.
Saya pergi bersama teman-teman SMP. Atau lebih intim lagi dapat kita sebut ABIMA [Angkatan RSBI Pertama] SMPN 21 Semarang. Mereka adalah Ahmad Naufal, Dicky Adviyandi, Handika Danry, Merkurius Oka, dan Ryan Ariessa.
Lagi-lagi tidak ada yang sesempurna Tuhan dan Andra & The Backbone. Persiapan untuk menuju ke Solo disertai dengan banyak halangan. Tiga hari sebelum keberangkatan, saya dan Oka sempat memutuskan untuk tidak ikut berlibur karena pasalnya kami ditunjuk menjadi Bendahara oleh Bima Novara dalam acara Futsal Angkatan Kelas X SMAN 3 Semarang. Honestly, I prefer go to Surakarta. Tetapi Rizal berkata lain, saya disarankan untuk tetap stay di Semarang. Langsung saya berbicara kepada Handika dan Galih. Namun mereka kesal dan ingin supaya saya dan Oka tetap mengikuti liburan ke Solo. Tepat pada hari Jumat, kami [saya dan Oka] baru memutuskan untuk tetap ikut berlibur atau dengan kata lain sedikit membosok hehe.
Semua berjalan sesuai rencana. Baru pada malamnya, sekitar jam 7 malam. Galih berkata jika dia sedang cekcok dengan ibunya dan dia memutuskan untuk tidak ikut berlibur. Sedikit sangat mengesalkan juga. Tetapi karena sudah terlalu mendadak, kami tetap memutuskan untuk berlibur tanpa Galih.
Rencanya kumpul di rumah Naufal di Jalan Durian pukul 05.00 WIB. Tetapi bagaimana juga kami sudah identik dengan kata 'terlambat' atau bisa juga 'terlalu menggampangkan' atau juga 'tidak tahu diri'. Saya dan Oka baru sampai di rumah Naufal jam setengah enam, dan belum ada siapa-siapa di sana. Handika mengaku jika ia telat karena Ryan yang terlalu lama bersiap-siap. Di rumah Naufal, kami disuguhi susu coklat hangat. Sangat membantu untuk perut saya yang belum sarapan karena tidak ada orang di rumah [malahan ada Oka yang menumpang nginap]. Akhirnya Handika datang bersama Ryan dengan senyum jelek dan mobil Avanza hitamnya. Kami baru berangkat dari rumah Naufal sekitar jam enam lebih sedikit. Melewati tol dan menjemput Dicky. Ketika di telephone, dia berkata bahwa sudah menuju ke tempat perjanjian [pintu keluar tol Ungaran], tetapi sepertinya dia masih berada di rumah hehe. Jadi lebih baik kami menjemputnya di rumah biar tidak terlalu lama.
Dan, berangkat ke Solo.
Di jalan diselingi oleh candaan dan bully pada Handika. Padahal dia sudah menyetir, sudah menyumbang transportasi, tapi masih juga dibegitukan hehe. Sampai di Solo sekitar jam setengah sepuluh dan langsung sarapan di Soto Kwali depan Stasiun Balapan. Usai sarapan, karena tidak ada arah dan tujuan, kami memutuskan untuk singgah dulu di rumah saudara saya di daerah Manahan. Hanya sekedar ramah tamah, dan diberi segelas teh hangat. Kami melanjutkan perjalanan ke SMK 8 Surakarta. Untungnya, Handika sang sopir yang sejak kecil sudah hidup di Solo, mengetahui tentang keberadaan sekolah tersebut. Masuk ke gang, dan terlihat sekolah bernuansa joglo yang luas. Itulah SMK 8 Surakarta. Langsung kami menelepon Muhammad Naufal Fawwaz sang dhalang. Sosok laki-laki besar yang sedang meminum jus jambu itu menghampiri kami. Karena maksud kami adalah mengunjungi ke tempat tinggalnya, dia langsung mengantarkan kami dengan menaiki motor di depan [tanpa menggunakan helm hahaha]. Jarak sekolah dengan rumah tempat tinggalnya cukup jauh, dan memasuki gang sempit yang hanya dapat dilalui kendaraan beroda dua. Dari kejauhan, bertuliskan Sanggar Seni. Kami memasuki ke dalam dan terdapat seperti panggung pewayangan, di seberangnya adalah kamar teman kami. Sehari-harinya, Fawwaz hanya berdiam di rumah dan belajar tentang dhalang, dia hanya belajar mengenai ilmu pengetahuan dan hitung-hitungan di sekolah, bukan di rumah. Dia juga adalah tipe orang yang tidak suka bermain menghamburkan uang.
Makan siang kami lakukan di warung gado-gado langganan Handika bersama dengan ditemani Fawwaz. Katanya, itu adalah warung terbaik di dekat bekas rumahnya dulu. Cuaca sangat panas dan terik waktu itu. Warungnya juga cutup sederhana, hanya ada beberapa kursi dan meja yang sudah tua. Apalagi setelah gagang kaki mejanya saya patahkan, sungguh memalukan. Usai makan, kami mengantarkan Fawwaz pulang ke rumahnya dan kami menyempatkan untuk istirahat di rumahnya Handika daerah Mojosongo. Rumah itu cukup tidak terawat dan berada di jalan cukup sempit juga. Bagian depan rumah dihuni oleh dua orang mahasiswi yang ngekos, sedangkan bagian belakang digunakan oleh keluarga Handika untuk menginap jika bepergian ke Solo. Sangat sangat kotor dan banyak debu, itulah definisi rumahnya hehe. Kira-kira dua jam kami beristirahat. Waktu itu pukul 15.30 WIB.
Karena masih kebingungan, keputusan langsung ke arah Solo Square. Ya, mall yang berada di pinggir kota Solo ini akhirnya kami kunjungi. Sebenarnya hanya mall biasa, sama seperti di Semarang, tapi karena untuk mengulur waktu, ya terjadilah. Memutar tiap lantai dan tersesat masuk ke restoran A&W. Memesan Root Beer dan Waffle.
Hari sudah menjelang maghrib dan kami memutuskan untuk pulang. Tetapi sebelumnya, tidak lupa untuk ibadah dan mencari makan malam. Awalnya, kami berencana makan malam di rumah makan lesehan atas rekomendasi Handika. Setelah cukup jauh, dan hasilnya, rumah makan itu tutup. Karena para penumpang sudah pada koar-koar dan kelaparan. Kami mencari makan sembarangan di jalan menuju ke Semarang. Dan pilihan jatuh pada warung kaki lima. Lima orang teman saya memesan nasi goreng, sedangkan saya memesan Fu Yung Hai. Berbeda sendiri, dan bikin badan jadi tambah lebar sendiri, bukan hanya lebar, tapi juga bikin tekanan darah tinggi serta jerawat. Perut kenyang, ditemani hujan, dingin, dan menuju ke Semarang. Saya memutuskan untuk menyetir. Pengalaman pertama menyetir luar kota. Sangat tidak nyaman. Banyak kendaraan besar seperti truk, harus menyalip, dan sejujurnya saya tidak ada nyali untuk menyalip. Jadi ya hanya pelan-pelan saja di belakang kendaraan besar haha. Karena sepertinya cara menyetir saya hanya buang-buang waktu, saya meminta ganti dengan Handika. Cara nyetir sudah oke, badan jasmani masih sehat, nyaman, dan saya pun tertidur. Baru bangun ketika sudah hampir sampai di Ungaran, dan sepertinya Handika marah karena saya biarkan melek sendirian. Kami mengantar Dicky ke rumahnya, dan lanjut ke rumah Naufal. Tubuh lelah, mata mengantuk, dan kangen rumah. Saya mengambil motor di rumah Naufal dan pulang ke rumah bersama Oka. Waktu itu jam sebelas malam, dan Oka lebih ingin untuk menginap di rumah saya lagi. Terjadilah.
Sampai di sini saja saya bercerita.
Terima kasih!
Rumah Naufal |
Sarapan |
[dari kiri] Naufal, Oka, Ryan, Dicky, Handika [kanan] |
Sanggar seni |
Wayang |
Ruangan depannya |
Fawwaz |
Makan siang |
Dhalang kita |
enaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak -_-
ReplyDeleteHahaha jelas dong enak.
ReplyDelete