Sejak perhelatan pemilihan kepala daerah dan gubernur di DKI Jakarta kemarin, muncul beberapa kubu yang memiliki masing-masing persepsi tentang cara berkampanye.
Anda, bagi konstituen yang mengikuti plot cerita dari DKI kemarin, sudah pasti mengerti bahwa atribut agama merupakan salah satu atribut yang digaungkan secara masif, selain daripada atribut kemiskinan dan kesejahteraan. Bahkan, salah satu pasangan menggunakan slogan "nasionalis-religius" sebagai identitas cara berkampanye. Menurut saya, slogan itu merupakan slogan yang paling tepat dan kreatif. Slogan itu mampu menyatukan pemikiran banyak orang yang menganggap dikotomi nasionalis dan religius tidak mampu disatukan. Akibat dari strategi efektif pasangan tersebut cukup terbukti, mereka mampu menang dan mengisi jabatan gubernur sekarang ini.
Nah, karena masa kini merupakan masa menjelang kampanye yang semakin massal, banyak orang mulai berani berpendapat untuk menolak cara kampanye yang menggunakan atribut agama. Meskipun, dari orang-orang itu, masih banyak juga orang lain yang mendukung penggunaan atribut agama. Ini saya ingin memberi testimoni.
Usai menyaksikan penjelasan dari Irlanie, C., saya beranggapan bahwa penggunaan atribut agama merupakan strategi yang sah-sah saja. Itulah konsekuensi dari demokrasi. Pada prinsip dan hakikatnya, seseorang berhak menggunakan cara apa saja untuk menarik dukungan, asalkan tidak dengan pelanggaran seperti fitnah dan pemalsuan.
Sekarang, misalkan saya seorang Muslim,
"Dukung saya karena saya Muslim, saya akan memajukan dan menyuarakan hak-hak sesama umat beragama Muslim. Saya akan membangun masjid di tiap desa, membina umat dari tiap-tiap masjid sebagai basis pendidikan dan politik untuk semua orang," and et cetera.
Tentu saja, saya boleh dan sah saja melakukan cara kampanye seperti itu. Mengapa harus dilarang? Hal itu sama saja dengan strategi untuk mengurangi kemiskinan.
Perbedaannya, contoh pertama pada atribut agama, contoh kedua pada atribut kesejahteraan. Tetapi semuanya satu entitas, entitas aspek yang dapat diperjuangkan dalam strategi kampanye.
Masalah jika penggunaan atribut agama dapat berpotensi memenangkan salah satu calon, itu masalah lain. Bagi saya, jika kita ingin memaknai maksud demokrasi secara komprehensif, tentunya strategi penggunaan atribut agama tidak perlu diributkan dan dicegah.
Comments
Post a Comment