Beberapa hari lalu, tanggal 25 Februari 2017, saya berkunjung ke salah satu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah Kulon Progo. Tepatnya di alamat Desa Kidulan, Salamrejo, Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu itu merupakan kali pertama saya berkunjung ke salah satu UMKM di daerah Yogyakarta.
Nama UMKM tersebut adalah Pandansari Craft. Jenis UMKM ini adalah pada bidang penghasil barang fungsional dari bahan serat alami. Saya bertemu dengan pemilik usaha secara langsung, namanya Mas Dwi. Beliau sudah menggeluti usaha tersebut selama bertahun-tahun. Latar belakang saya berkunjung ke salah satu UMKM adalah untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Perjalanan dari tempat indekos menuju tempat usaha tersebut kurang lebih satu jam. Itu merupakan kali pertama juga saya berkunjung ke daerah Kulon Progo, dihitung setelah beberapa tahun saya tinggal di Yogyakarta. Ternyata, Yogyakarta itu luas. Ketika sampai ke Pandansari Craft, saya bertemu dengan tiga orang wanita yang sedang melakukan aktivitas kerja. Ternyata, salah satu dari wanita tersebut merupakan orang tua dari Mas Dwi. Orangnya sopan dan ramah. Beberapa saat bagi saya untuk menunggu, kemudian datang Mas Dwi, sang owner usaha. Saya menyampaikan maksud dan tujuan saya. Mengambil dokumentasi aktivitas kerja merupakan tujuan utama saya berada di sana. Saya bergegas mengambil kamera dan berusaha menemui ketiga orang wanita yang sedang bekerja tersebut. Ketika saya meminta izin untuk mengambil gambar, mereka menolak untuk di-closed-up pada bagian muka. Baiklah, saya menyanggupinya.
Beberapa foto saya ambil dan sembari saya mengajukan beberapa pertanyaan. Ternyata, ketiga wanita tersebut lebih nyaman jika melakukan aktivitas kerjanya dengan duduk lesehan, daripada harus menggunakan kursi. Alasannya adalah lebih nyaman, santai, dan fleksibel. Itu bukan suatu jawaban yang mengagetkan, menurut saya. Tentu saja jika kita bertanya ke pekerja langsung, mereka sudah nyaman dengan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Berbeda jika kita bertanya ke ahli kesehatan, mereka tentu lebih tahu efek jangka pendek dan jangka pendek dalam aktivitas pekerja yang mempunyai dampak baik atau buruk untuk kesehatan tubuh pekerja. Hal-hal seperti itulah yang membuat saya sedikit bingung, inovasi apa yang harus diberikan untuk syarat Mata Kuliah ini.
Ketika berada di sana, saya dijamu dengan minuman hangat, terima kasih. Karena momen tersebut merupakan momen yang langka, saya memanfaatkannya untuk berdiskusi dengan Mas Dwi. Saya penasaran dengan proses UMKM dan hubungannya dengan pemerintah maupun masyarakat. Mas Dwi menerangkan berbagai hal, yang akan saya sampaikan sebagai berikut.
Ternyata, tidak semua UMKM itu legal. Ada juga beberapa usaha yang dinilai tidak legal. Syarat untuk menjadi legal adalah mendaftarkan jenis usaha ke pemerintah, dan dari situ juga melakukan proses administrasi dan pembayaran pajak. Pandansari Craft merupakan salah satu usaha yang legal. Menjadi legal mempunyai keuntungan, salah satunya adalah tentang kemudahan dalam mengurusi keuangan dengan pihak bank. Selain itu, pemerintah juga senantiasa membantu dalam menyediakan informasi untuk UMKM sehingga dapat melakukan perkembangan dan ekspansi usaha.
Ternyata, Mas Dwi dan beberapa rekannya dari UMKM lain sedang menyiapkan sebuah movement. Gerakan untuk membangkitkan kembali usaha-usaha di daerah Kulon Progo. Katanya, mayoritas dari barang-barang yang dijual di Malioboro dulunya berasal dari pengusaha-pengusaha di daerah Kulon Progo. Mas Dwi dan rekan berupaya mengajak usaha-usaha lain untuk mempunyai satu visi, dan menciptakan citra Kulon Progo sebagai pusat sentra usaha yang berkualitas. Tentu ide tersebut menarik perhatian saya. Saya pikir, pelaku-pelaku usaha memang mempunyai niat yang baik. Saya doakan, semoga rencananya berhasil.
Ternyata, banyak mahasiswa yang melakukan pengamatan di Pandansari Craft. Tetapi, sedikit sekali yang memberikan hasil dan kesimpulan pengamatan yang dilakukan. Sayang sekali, padahal Mas Dwi dapat belajar banyak dari pengamatan tersebut.
Tentu saja, yang saya sebut di atas merupakan cerita-cerita yang berbau positif. Saya tak menyinggung mengenai cerita-cerita yang berbau sebaliknya. Sebuah cerita positif mampu menjadi pemicu untuk sistem kerja yang masih negatif, jika sadar, hehe.
Ketika di perjalanan pulang, saya sempat berpikir. Mahasiswa yang empunya pengejar ilmu pengetahuan, sudah seharusnya berdampak buat lingkungan.
Buat mahasiswa di program studi saya, sadar tidak jika kita hanya sibuk dengan lingkungan tugas dan kampus. Kita selalu berada di kampus, untuk mengerjakan tugas, untuk mendapat nilai. Sedangkan, kita tak pernah berpikir di luar, tak berpikir ke luar. Jika mendapat nilai bagus, pasti mengharapkan bekerja di perusahaan yang bagus. Padahal, perusahaan bagus sudah hampir pasti selalu untung. Berbeda dengan UMKM.
Idealis memang. Bayangkan, lingkungan luar kampus memiliki lebih banyak potensi dan kesempatan.
Saya kadang memang suka kesal. Mengapa kita harus sibuk dan di lingkungan dalam?
Luar.
Luar masih sangat luas. Masih sangat besar.
Sayang sekali jika hanya di dalam.
Comments
Post a Comment