Skip to main content

Puncak Gunung Ungaran

Ini kali pertama saya untuk mencoba olahraga hiking.
Olahraga menyusuri gunung.
Melewati jalan bebatuan yang lumayan terjal.
Pada kesempatan ini, saya mencobanya melalui Gunung Ungaran.

Tanpa latihan fisik di awal.
Hanya modal "yak'yak'o" saja hahaha.

Rencana awal, berangkat hari Jumat malam [sekitar usai maghrib]. Menggunakan sepeda motor. Dengan beberapa orang: @osisober, @imbothsible, @merkuriusoka, @Senasrh, @dhenipras, dan juga saya tentunya. Saya menuju Ungaran bersama @merkuriusoka. Awalnya, tanjakan menggunakan motor dapat kami lalui berdua dengan santai, sampai suatu ketika, tanjakan sangat tinggi, dan harus didorong dengan kaki, bahkan sampai tidak kuat, dan saya perlu berganti boncengan dengan @osisober, haha.

Akhirnya, kami sampai di Pos Mawar. Pos terdekat yang dapat dilalui kendaraan bermotor sebelum menyusuri Gunung Ungaran. Kira-kira waktu itu sekitar jam delapan malam. Tujuan awal teman-teman saya adalah: sunrise [yang adalah pada subuh hari], sehingga kami tidak berniat memulai hiking dari jam delapan malam, karena untuk menghindari terlalu awalnya sampai di puncak. Kami hendak menunggu terlebih dahulu hingga tepat tengah malam tiba. Awalnya, kami mencoba untuk membaringkan tubuh dan istirahat di basecamp, tetapi tidak jadi, kemudian ke warung, dan ternyata malahan bertemu dengan mantan guru pengajar di SMAN 3 Semarang. Seorang pria, guru kimia, yang saya kenal, tetapi saya tidak tahu namanya, haha. Ternyata untungnya, dia masih ingat dengan saya.
Karena tengah malam masih lama, kami memutuskan untuk balik lagi ke basecamp dan berniat tidur sejenak.  Banyak pendaki lain juga yang berada di situ. Sampai tepat jam dua belas malam kami terbangun. Kami bersiap untuk hiking.
Perasaan saya sedikit gemetar. Maklum, kali pertama hiking gunung. Maaf, bukan hanya sedikit gemetar, tetapi sangat gemetar. Di mana itu waktu malam hari, gelap, dikelilingi rumput dan jurang. Menakutkan. Hehe.
Tepat tengah malam, perjalanan dimulai. Bersama dengan para pendaki yang lainnya juga. 

Kebiasaan pendaki: pasti mengucapkan salam dan permisi ke sesama jika berpapasan [sopan].

Baru beberapa meter pertama: mudah.
Sedikit tanjakan, lalu turunan, tanjakan lagi, mulai "ngos-ngos-an" dan menyedihkan. Hahaha.
Napas seperti kehabisan. Susah bernapas. Tidak dapat bernapas dengan baik.

Pertanyaan selanjutnya yang selalu diucapkan, "Masih jauh?"
Padahal, yang sudah dilalui belum sampai mencapai 1/4 perjalanan.

Waktu itu sekitar jam satu malam. Sampai juga kami di kolam renang [yang entah apa namanya]. 
Perjalanan sangat jauh ternyata, ini mungkin opini, tetapi memang jauh, dan juga melelahkan.
Sampai di kebun teh. Rekan kami, @merkuriusoka dan @dhenipras ternyata kebelet buang air besar. Buang juga kotoran mereka di sekitar kebun teh, hehe. Karena gelap, tidak akan juga ada orang yang melihat. Waktu itu, ada orang lain yang melintas, dan kami hanya diam saja supaya mereka tidak terlihat, aman, hehe.

"Mendaki gunung itu bukan wisata, Jat. Tetapi menyusuri perjalanan, menikmatinya. Di alam, dilatih sabar untuk sampai ke puncak, tidak mungkin untuk kembali ke belakang," - kata @osisober.

Hingga di pertigaan sekitar kebun teh dan desa terdekat dari Puncak.

@osisober bertanya, "Siap? Habis ini tanjakan terus."

Nah lho. "Yoohhh," jawab saya, hehe, gaya, ya.
Sambil makan Milkita [bekal dari @Senasrh yang banyak, sangat membantu ini] dan menyetel musik dalam hati, "Fire On The Mountain" dari Grateful Dead.
Jalanan naik melulu. Banyak ranting. Untuk naik atau mendaki, sampai merangkak-rangkak. Sangat melelahkan, dan kedinginan.

Saya dengar sebelumnya, biasanya, @osisober hanya membutuhkan waktu dua jam untuk mendaki sampai ke puncak. Tetapi saya melihat jam, dan sudah menyatakan, lebih dari tiga jam lamanya kami mulai mendaki. 

Sampai suatu ketika, kami berhenti, dan saya merasa sangat lelah dan tidak kuat. Saya sudah semi putus asa untuk bisa sampai ke puncak. Saya merasa ingin menangis, hahaha, cengeng dan lemah juga ternyata. Karena waktu sudah jam empat pagi, sedangkan teman-teman yang sepertinya sangat menginginkan moment sunrise. Pasti, saya tidak akan memaafkan diri saya sendiri, jika hanya karena saya, mereka tidak bisa melihat moment tersebut. Saya sempat berpikiran untuk menyuruh mereka naik ke puncak duluan, sementara saya dan melepas lelah.
Tapi, itu tidak mungkin.
Setiap ada puncak, saya pikir memang itu puncaknya, tetapi, masih ada puncak lain lagi di belakangnya. Aih.

Nah, ini. Adegan seperti di film-film kebanyakan benar terjadi, hehe.

Saya diberi kalimat-kalimat penyemangat dan motivasi.

"Ayo, Jat, sedikit lagi."

"Lihat ke belakang, yang dilaluin sudah lebih banyak daripada yang belum untuk sampai ke puncak."

Saya pikir, kalimat seperti itu akan membuat saya semangat dan kuat, seperti di film-film, yang akan menang di akhir ketika sudah mendapat motivasi dari orang-orang terdekat. Ternyata tidak juga, hahaha. Saya tetap juga masih kelelahan dan menyerah. 

@merkuriusoka menawarkan diri untuk membawakan tas saya. Akhirnya, mengapa tidak dari awal, hahaha. Saya sedikit lebih longgar dan lebih leluasa tanpa tas ransel di punggung.

@osisober dan @imbothsible memang sudah mendaki duluan. Dari kejauhan, mereka berteriak,

"Sudah kelihatan, Jat, puncak."

Saya pikir, itu hanya bualan mereka. Karena sejak sebelumnya, @dhenipras selalu saja berkata jika puncak sudah dekat. Tetapi, masih belum terlihat juga.
Sampai ketika saya melihat tiang bendera.
Akhirnya.
Ternyata memang benar. Puncak sudah terlihat. Oh senangnya, hehe.


Done!
Kami sampai di puncak sekitar jam 4.45 pagi.
Matahari belum menampakkan diri. Jadi: target kami tercapai. Untuk melihat moment sunrise.
Ketika sudah jam lima lebih. Sinar berwarna orange-kekuningan mulai terlihat. Langit mulai terang. 

@osisober: "Wah, sunrise paling bagus, biasanya tertutup kabut."

Hahaha.
Bonus yang sangat menyenangkan.

Dingin sekali waktu itu. Tanpa tenda, hanya menggunakan jas hujan untuk alas kami.
Tapi, menyesakkan juga waktu itu bagi saya.
Di antara teman-teman sedang asyik untuk mengambil gambar. Saya malah menderita kebelet buang air besar. Sementara, tidak ada tempat. Semuanya penuh dengan orang, dan tenda untuk berkemah. Otomatis, tidak ada tempat sepi untuk buang air besar. 
Saya panik. 

Karena memang sudah tak tertahankan, saya paksakan saja.
Meminta @dhenipras untuk menemani. Di bagian semak-semak yang sedikit menjorok ke dalam, di situ saya membuang air. Padahal, sangat mudah orang lain untuk melihat, hehe. Biarkan saja. Namanya sudah kepepet.

Then.
Sekitar jam setengah tujuh pagi, kami kembali untuk turun dari puncak.
Sebelumnya, saya memang sudah ketakutan untuk turun. Karena saya pikir, lebih menyeramkan saat turun daripada saat naik, karena saat turun, sangat mudah sekali terpeleset dan tergelincir. 
Alhasil, siasat saya adalah: selalu berjongkok saat melompat turun. Meskipun aman, tetapi lama dan melelahkan. 
Ternyata, saat kami sampai di kebun teh. Ada eyang-eyang yang sedang melihat kebunnya, @osisober langsung menunjuk @merkuriusoka dan mengatakan dia yang sudah buang air, haha.

"Anak manja cocok untuk diajak naik gunung," - @osisober.

Kelelahan. Ternyata turun juga melelahkan. Menidurkan badan di pinggir jalan dekat atap yang teduh sekitar kebun teh.
Kami juga berhenti sejenak di kolam renang. Untuk mengambil air minum. Lumayan.

Butuh tiga setengah jam untuk turun. Lama juga, kan.

"Menyesal tidak naik gunung?" [Yaa...lumayan, hahaha.]

Pos Mawar terlihat, bahagianya.
Saya butuh air. Saya berlari sampai benar melihat Pos Mawar, hehe. Supaya terlihat seperti di film-film hebat, gitu, hehehe.

Kami pulang. Ke rumah saya, dan makan besar.
Terima kasih teman-teman. Pengalaman yang mengesankan. Baik sekali mereka, selalu menunggu saya yang membebani. Meskipun dari perjalanan naik motor Ungaran - Banyumanik, perut melilit lagi.

Dan mendapat teguran keras yang katanya "bikin khawatir" hehehe.

Dan juga, jika dihitung-hitung. Berapa kali, ya, untuk kami berisitirahat saat perjalanan mendaki. Hehehe, mungkin sampai puluhan kali, memalukan, hehehe.
Berikut foto-fotonya, bos!
Things I need. Hahaha.
Sampai di Pos Mawar. 
Petunjuk pendakian.
Basecamp bersama pendaki lain.
Guru Kimia yang entah siapa namanya. 
Saat kebelet, sialan, [sedang tak bisa diajak bergurau]. 
Hahahaha. Bisa pas juga, sepertinya ini candid.
Weseleh gayanya.
Si bro @osisober.
Selfie, tetep, bos. 
Makan besar.
Hahaha.

-@andikajati-

Comments

Popular posts from this blog

Retreat di Angela Patrick, Bandungan

Halo selamat berkarya! Sudah hampir sebulan tidak  update tulisan di blog ini. Saya akan berbagi cerita mulai dari Retreat yang telah saya jalankan bersama rekan-rekan SMAN 3 Semarang. Jumat, 9 Desember 2011 - Minggu, 11 Desember 2011 Pukul 14.30 seusai pulang sekolah hari Jumat - pukul 14.30 hari Minggu di Bandungan Acara tahunan dari DOC (salah satu subsie di SMAN 3 Semarang) adalah mengadakan retreat di luar lokasi sekolah kami. Biasanya acara tersebut diadakan di Bandungan. Pada tahun 2011 ini dan bersaman dengan pengalaman pertama saya mengikuti retreat bersama SMAN 3 Semarang, diadakan di Rumah Retreat Angela Patrick, Bandungan. Tepatnya berada di belakang Pasar Bandungan. Beginilah ceritanya... Kebetulan pada hari tersebut tidak diadakannya kegiatan belajar mengajar di sekolah, sehingga kami dapat pulang lebih awal dari biasanya. Awalnya saya dan Puguh teman saya belum tahu bila warga sekolah sudah diperbolehkan pulang, sehingga kami izin pada guru Bimbingan Konseling te

My Second Assignment

ANDIKA JATI NUGROHO 140608050 Peter Lind, Flavor Development Specialist Ben & Jerry’s Ice Cream, Waterbury, Vermont Hello. See me again. My name is Andika Jati Nugroho. I’m from G class. I got my second assignment from my teacher, Mrs. Bening. This unit is about “The Most Wanted Jobs in The World”. Luckily, we will discuss about Peter Lind, a flavor development specialist in an ice cream company. Here it is. First. I want to tell you, that I was simply shocked and I am still confused about Mrs. Bening’s system at reading activities. In Senior High School, reading is just a simple thing. We just read. Commonly, the text was fictional. But, Mrs. Bening used another way. The text was based on true story. And, we had to use other sources to find the information of text and think critically at understanding the text.   Let us start into the core. There is an ice cream company named Ben & Jerry’s Ice Cream in Vermont. It is located in North-East of United

Perubahan Cara Berdialektika

Sebelumnya, saya sudah memiliki pandangan dan asumsi tentang hal ini. Asumsi itu timbul akibat fenomena yang terjadi pada saya dan teman-teman di lingkungan saya. Saya hampir yakin, Anda pun pasti pernah mengalami dan mendengarnya. Contoh yang paling mudah untuk dijelaskan adalah ketika saya kesulitan dalam memahami materi perkuliahan di kelas. Dari awal, dosen sudah memberikan buku bacaan atau referensi yang dapat dibaca untuk menunjang mahasiswa mendalami materi yang diberikan. Biasanya, dosen memberikan tiga contoh buku referensi. Bagi mahasiswa, mendapatkan buku-buku tersebut pun tidak sulit, karena perpustakaan kampus memang sudah memiliki buku-buku itu dan bisa dipinjam oleh mahasiswa, sudah sangat mudah.  Dulu, ketika saya masih menjadi mahasiswa baru, saya merupakan salah satu orang yang bermental ambisius. Saya membayangkan perkuliahan adalah sesuatu yang canggih, serba luar biasa. Namanya saja mahasiswa, bukan lagi siswa, melainkan mahasiswa. Jadi, mekanisme berdialektika