Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Ingin Menista, Tapi Tak Bisa

Saya terlahir dari orang tua yang menganut agama Kristen, atau berarti pengikut Kristus. Sosok Kristus dapat disebut juga dengan Yesus, atau juga Nabi Isa. Sejak kecil, saya memiliki wawasan yang cukup mengenai agama ini. Orang tua di rumah mengenalkan ini, kakak asuh Sekolah Minggu di gereja pun juga memberitakannya. Mungkin dapat dikatakan, bahwa saya terbekali oleh beberapa pengetahuan yang layak untuk menjadi seorang pengikut Kristus. Tidak hanya dari kecil, ketika saya beranjak dewasa saat duduk di bangku sekolah menengah atas, saya harus mengikuti sidi sebagai manifestasi dan peneguhan tentang pilihan saya menjadi pengikut Kristus. Inti prolog di atas bertolak belakang dengan posisi saya ketika beranjak semakin dewasa. Sejak masuk di dunia perkuliahan, saya memiliki role model yang baru dan beragam. Saya mulai mencoba paham tentang sejarah dan kehidupan sosial di era sekarang. Saya berusaha untuk melakukan connecting the dots tentang hal-hal yang terjadi di lingkungan masyar

Sayang Teori Dibuang

"Teori di perkuliahan tidak berguna. Percuma mengikuti kelas dalam perkuliahan, terlalu banyak teori. Praktik dalam bekerja beda dengan yang diajarkan di kampus," "Belajar itu dimulai dari praktik langsung. Tidak perlu berasal dari teori," Sering mendengar pernyataan serupa? Saya jamin, pasti sering sekali. Bahkan, mungkin ada banyak orang yang setuju dengan pernyataan itu. Meskipun mungkin ada beberapa orang yang tidak setuju dan tak sepemikiran. To be honest , I used to think like that .  Dulu, saya menganggap remeh jika saya harus belajar teori, apalagi jika dituntut untuk belajar berbagai teori. Saat itu, saya berpikiran bahwa ketika saya bekerja nanti, saya akan mendapatkan tahap  on job training , di situlah saya dituntut untuk belajar hal [yang bagi saya] baru dan secara real digunakan dalam menunjang aktivitas saya ketika bekerja. Jadi, saya pikir materi di perkuliahan tidaklah berguna, karena pada akhirnya saya akan mendapat training pada perus

Sedikit dari Diskusi Media, Kuasa, dan Kita

Sabtu kemarin, saya menghadiri acara diskusi di Kineforum, Taman Ismail Marzuki. Acara itu berjudul Media, Kuasa, Kita dengan narasumber dari Pendiri Remotivi, Roy Thaniago; dan Pengajar Filsafat, Ito Prajna Nugroho.  Sedikit tentangnya. Sejak acara dimulai, saya berekspektasi untuk mendapatkan jawaban mengenai pengaruh media, peran media, dan cara saya sebagai pembaca media untuk menyikapi setiap berita dan informasi yang disebarkan, harus percaya atau tidak, hoax atau tidak. Saya sudah berharap, ketika saya pulang dari diskusi itu, maka saya mendapatkan sedikit gambaran untuk merespon suatu pemberitaan media. Ternyata, saya sudah salah dalam berharap. Saya tak bisa menyalahkan siapa pun. Diskusi saja berarti bertukar pikiran. Dari pengertian itu, bukan berarti buah dari diskusi adalah munculnya sebuah jawaban, melainkan sebuah proses dialektika yang berjalan secara terus untuk mempertanyakan kebenarannya. Saat sesi tanya jawab, saya bertanya,  "Sejak kecil

Jurnal Hari Ini

Ternyata, realita bukan hanya serupa rintangan batu kecil yang mudah dilalui. Realita memiliki substansi yang beragam dengan masing-masing halangan yang berbeda. Kompleks dan saling memengaruhi. Pendewasaan diri membentuk diri saya untuk memiliki pola pikir yang baru. Proses mencerna informasi, menafsirkan, dan memahami setiap kejadian telah membentuk saya menjadi seseorang yang baru. Hidup ini, memang luar biasa. Dulu, saya merasa tiap orang sudah memiliki pola yang mudah ditebak, mudah dinilai. Ternyata, hidup lebih dari itu. Hebat dan luar biasa.

The MedellĂ­n Cartel

Bagi saya, Hukum adalah produk dari kesepakatan masyarakat secara bersama-sama pada suatu lingkungan dan wilayah tertentu. Sejauh yang saya pahami, nilai-nilai hukum biasanya didasarkan dari hukum-hukum terdahulu yang sudah dipakai di lingkungan tersebut. Pada kasus di Indonesia, hukum-hukum aktif yang berlaku sekarang merupakan warisan dari hukum-hukum yang berlaku di Belanda pada zaman penjajahan dulu dan serta dilengkapi dari hukum agama dan hukum adat yang sudah berlaku di tiap-tiap wilayah di Indonesia. Sederhananya, hukum adalah hasil dari musyawarah dan kesepakatan bersama yang ditetapkan sebagai ketentuan untuk menjaga tatanan dan perilaku dalam hidup bermasyarakat. Sejak kecil, saya menganggap hukum sebagai wujud representasi kebenaran mutlak. Hukum itu manifestasi dari tatanan kebenaran. Hukum yang saya maksud di sini adalah hukum dalam bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan konstitusi yang tertulis. Bagi saya, orang yang melanggar hukum itu adalah orang yang salah

Pemuja Keselarasan

"Jadi, keputusan dari rapat ini adalah menjalankan rencana A. Apa masih ada yang tidak setuju?" [hening...] "Oke. Kita pastikan untuk menjalankan rencana A." [pulang rapat] "Yah... Keputusan A itu kurang cocok." "Ikutin saja. Daripada nanti tambah kompleks jika ada yang kontra." Yak. Kemampuan orang untuk mendukung keputusan secara absolut dan tanpa perdebatan yang komprehensif merupakan kekurangan yang bersifat masif dan memang dimiliki banyak orang. Efek dari sikap-sikap pemuja keselarasan tak akan membuat keputusan berubah menjadi lebih baik. Pro dan kontra merupakan bumbu wajib dalam suatu penentuan keputusan. Sikap yang merepresentasikan wujud penolakan pada pemikiran kritis dari para participant pengambil keputusan merupakan borok yang seharusnya dimusnahkan.

The Circle Penganut Keterbukaan yang [Sedikit] Berlebihan

Pesona era keterbukaan menjadi primadona masyarakat sipil. Pedoman dan penerapan sistem dengan acuan yang terbuka dan transparan menjadi sering digaungkan belakangan ini. Beberapa kelebihan pun menjadi latar belakangnya, mulai dari adanya sistem kontrol dari pihak luar hingga upaya pencegahan dari kecurangan maupun kelalaian dalam merancang suatu rencana dan/ atau anggaran. Tiga hari lalu, saya menonton film The Circle yang dibintangi oleh Tom Hanks dan Emma Watson. Saya pikir, film tersebut mendapat skor tinggi dari kritikus film. Ternyata, tidak demikian. Mungkin, itu terjadi karena alur cerita yang tidak selaras dan linear. Jadi, pada pendahuluan film, terdapat beberapa konflik yang masuk menjadi jalan cerita. Namun, ketika cerita selesai, beberapa konflik sebelumnya malah tidak terceritakan dan terpecahkan. Padahal, konflik di pendahuluan film merupakan permasalahan yang related dengan kejadian sekarang. Dari film tersebut, dibahas tentang sebuah perusahaan teknologi yang

It's not Only About Reading

The growth of information and technology has changed the human's pattern in doing their daily activities. A well-know tagline about "Budayakan Membaca" has not suitable anymore. Today, we have internet; YouTube, Podcast, more Forum Group Discussion, etc. At this era, any information we have/ want to know does not only came from a book.  Somehow, for me, internet is more reliable than books. I used to be like that. When I could not do my thesis, I find the answer from YouTube; see the steps. I don't use conventional books anymore. Even, I don't read. But, I watch, from YouTube. Internet, obviously has changed the way I find a new information. Agree with Cania. My point is, I think we can't blame anyone who's not interested at reading. Maybe, reading in this era is not a popular thing. People prefer watching to reading. The most important for me is, the way we gather more information. We can't find information only from reading anymore. We can

Phenomenon of Social Media Warrior

Saya mengidolakan pola pikir yang berkembang, fleksibel, dan mengikuti perubahan zaman. Maka dari itu, pembelajaran yang saya lakukan tiap harinya akan selalu bertambah. Saya rajin membaca tulisan-tulisan dari orang lain, saya suka menelaah cara berpikir orang lain, terutama ketika diskusi dan ceramah. Saya senang melakukannya. Bagi saya, penambahan wawasan yang masuk ke akal dan pikiran saya tiap harinya merupakan mandat alami dari Pencipta semesta ini.  Belakangan ini, saya semakin gerah dengan beberapa kejadian di sosial media yang melakukan penyerangan ke orang lain. Banyak orang yang menuduh orang lain munafik karena adanya perubahan maupun perbedaan sikap dan pandangan seseorang akan suatu kejadian.  Misal pada tahun 2014, Jati mendukung Prabowo. Dia mengunggah tulisan dan dukungannya terhadap Prabowo, selain itu pun Jati menuliskan tentang keburukan-keburukan dari Jokowi. Sementara pada tahun 2018, Jati berubah haluan menjadi anti Prabowo dan mendukung Jokowi. Nah , ketik

Partai Kiri atau Kanan

Untuk kesekian kalinya lagi saya menekankan hal ini. Tulisan ini muncul karena dipicu oleh artikel yang dirilis Tirto, tentang keberadaan partai kiri atau kanan. Terima kasih, saya menjadi semakin yakin untuk menyebarluaskan lagi mengenai hal ini. Partai kiri atau kanan? Saya adalah salah satu orang yang mengharapkan jumlah partai di Indonesia menjadi lebih sedikit. Stop , maksud saya bukan berarti kembali dan mundur lagi ke zaman Orde Baru yang hanya diikuti oleh 3 partai. Namun, tanpa mengerdilkan nilai-nilai sistem demokrasi yang semakin matang seperti sekarang ini, jumlah partai tidak perlu sampai 14 partai. Bagi user Twitter yang sudah mengikuti saya sejak dahulu, saya pernah menuliskan tentang jumlah partai yang saya anggap ideal. Menurut pemikiran saya sampai sementara ini, jumlah partai yang baik pada sebuah negara adalah sejumlah 2 partai. Bagi saya, partai merupakan spektrum atau jalan bagi konstituen untuk memberikan aspirasinya. Oleh karena itu, keberadaan sebuah badan

Berkampanye dengan Atribut Agama

Sejak perhelatan pemilihan kepala daerah dan gubernur di DKI Jakarta kemarin, muncul beberapa kubu yang memiliki masing-masing persepsi tentang cara berkampanye. Anda, bagi konstituen yang mengikuti plot cerita dari DKI kemarin, sudah pasti mengerti bahwa atribut agama merupakan salah satu atribut yang digaungkan secara masif, selain daripada atribut kemiskinan dan kesejahteraan. Bahkan, salah satu pasangan menggunakan slogan "nasionalis-religius" sebagai identitas cara berkampanye. Menurut saya, slogan itu merupakan slogan yang paling tepat dan kreatif. Slogan itu mampu menyatukan pemikiran banyak orang yang menganggap dikotomi nasionalis dan religius tidak mampu disatukan. Akibat dari strategi efektif pasangan tersebut cukup terbukti, mereka mampu menang dan mengisi jabatan gubernur sekarang ini. Nah , karena masa kini merupakan masa menjelang kampanye yang semakin massal, banyak orang mulai berani berpendapat untuk menolak cara kampanye yang menggunakan atribut ag

Demokrasi Vulkan

Begitu banyak negara yang menganut sistem demokrasi. Selama ini, demokrasi dinilai lebih baik. Demokrasi berarti adanya politik kontrol kekuasaan dan hak-hak sebagai warga negara. Nah, sekarang, apa demokrasi itu paling baik? Apa pemimpin yang dihasilkan dari demokrasi itu merupakan pilihan yang terbaik dan selaras dengan kemampuannya? Ternyata, ada beberapa orang yang berpikir bahwa demokrasi tidak sepenuhnya baik. Mengapa? Pemimpin yang merupakan produk dari sistem demokrasi dipilih oleh pemilih. Nah , apakah pemilih itu sudah memilih dengan benar? Dikutip dari artikel yang dibuat oleh Assyaukanie L., seorang pengajar politik yang bernama Jason Brennan menganggap ada tiga jenis masyarakat politik. Mereka adalah: Hobit : orang-orang yang apatis, apolitis, dan ignorant dalam urusan politik. Holigan : orang-orang yang antusias terhadap politik. Mereka memiliki banyak informasi mengenai politisi dan partai politik. Jenis ini cenderung fanatik dan mempunyai kecondongan antip

Revolusi Industri 4.0

Kata peneliti, industri pada masa sekarang sedang masuk ke masa 4.0. Apa itu? Katanya, revolusi industri 4.0 merupakan industri yang ditandai dengan berkembangnya cyber-physical systems yang menyatukan (biologis, digital, dan dunia fisik), cognitive computing, cloud computing, dan the internet of things .   Salah satu dampak disruptifnya adalah pada aspek lapangan kerja. Nah, hal itu tentu secara sukses menyebabkan calon sarjana pengangguran menjadi khawatir. Secara mentah, beberapa orang beranggapan bahwa lowongan pekerjaan akan semakin sedikit, disusul dengan maraknya teknologi otomasi. Padahal, bagi saya, tentu tidak juga demikian. Merujuk dari artikel yang dibuat oleh Nugroho Y., hadirnya zaman baru malah menciptakan lapangan kerja dan peluang baru. Mengapa? Memang, dengan semakin berkembangnya teknologi, pekerjaan-pekerjaan yang bersifat administratif akan semakin tergerus. Namun, pekerjaan-pekerjaan baru juga akan semakin potensial. Apa contohnya? Ini be

Wakanda: Konservatif atau Progresif?

Wakanda Forever, hehehe. Saya baru saja menonton film Black Panther, dan kesan saya adalah: gokil , sangat keren. Mengapa? Karena bagi saya, plot cerita dalam film itu mengandung unsur sosial-politik yang menarik untuk diceritakan. Unsur-unsur itu mampu merasuki saya untuk mengulasnya ke dalam sebuah entry . Saya rasa, konflik dalam film itu secara garis besar dibagi menjadi dua ideologi: 1. Konservatif 2. Progresif Ideologi konservatif diwakilkan oleh T'Challa/Black Panther, sementara ideologi progresif oleh N'Jadaka/Erik Kilmonger. Bagi Anda yang belum paham mengenai kedua ideologi tersebut, silakan dicari sendiri definisi dan perluasan artinya, karena percaya atau tidak, saya juga tidak tahu banyak, mari sama-sama belajar.  Dalam cerita itu, Wakanda adalah sebuah negara yang terletak di daerah Benua Afrika dan merupakan negara yang belum diketahui oleh masyarakat dunia. Selama ini, masyarakat dunia hanya mengenal Wakanda sebagai representasi negara Benua

Cheddar Man, Leluhur yang Katanya Berkulit Warna Hitam

Ada artikel baru. Sepertinya, penelitian ini sudah dilakukan lama. Namun, beberapa waktu belakangan mulai ramai lagi karena bukti yang ditemukan menjadi semakin jelas. Penemuan tentang leluhur Inggris yang berkulit warna hitam. Singkatnya: rekonstruksi penemuan sosok Cheddar Man sebagai leluhur yang berkulit warna hitam semakin menegaskan hipotesis bahwa hanya ada satu ras manusia yang kemungkinan besar semuanya berakar dari Afrika. Lantas, mengapa terjadi perbedaan warna kulit? Itu hanya perkara adaptasi pada kondisi alam berbeda. Penelitian dilakukan oleh London's Natural History Museum dan University College London (UCL). Fosil Cheddar Man ditemukan di Goa Gough di Cheddar Gorge, Somerset pada tahun 1903. Fosil itu tergambarkan dengan mata biru, kulit gelap, dan rambut keriwil hitam. Nah , suatu hal yang membuat saya berdebar, rekonstruksi berdasarkan analisis DNA yang diambil dari tengkorak fosil menunjukkan bahwa tidak ada varian genetika manusia berkulit dan rambu

Menuju Kenikmatan di Tahun 2030

Saya baru saja membaca sebuah artikel. Peneliti melakukan prediksi bahwa negara Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2030. Pendapat itu selaras dengan beberapa konsultan yang melakukan survei bahwa Indonesia berpotensi menjadi negara yang memiliki pengaruh besar pada tahun 2030.  Bonus demografi memiliki arti sederhana bahwa negara akan mendapat peluang dan keuntungan yang lebih besar karena jumlah usia produktif (sekitar usia 15 - 64 tahun) berjumlah lebih banyak daripada usia non-produktif. Jika dihitung waktunya, masih ada 12 tahun menuju 2030. Itu berarti, generasi termuda (dimulai dari anak yang lahir pada tahun 2015 - dengan asumsi usia produktif dimulai dari usia 15 tahun) dan generasi yang lebih tua pada tahun sebelumnya perlu mempersiapkan diri. Bayangkan saja, jika usia produktif lebih banyak, persaingan dan kompetisi antar orang menjadi lebih kompetitif, dong . Tentu, persaingan akan semakin kompetitif. Jika dilihat dari sudut pandang saya yan

Pasal Karet

Saya kok rada kesal. Jika ada sidak yang dilakukan Satpol PP terhadap pasangan yang bukan merupakan pasangannya secara legal sedang berduaan di kamar hotel kelas melati. Mengapa? Satpol PP hanya melakukan sidak di hotel kelas melati, mereka tidak melakukan sidak di hotel kelas berbintang. Jika yang dilakukan pelaku merupakan sifat suka dengan sama suka, lalu apa yang dilanggar? Jika belum ada salah satu pasangan legal dari pelaku yang melapor ke polisi, berarti memang tidak melanggar dan tidak seharusnya disidak, dong?  Entah, saya sulit mengkategorikan dua hal ini. Dalam hidup bermasyarakat, ada dua hal: aturan hukum dan norma etika. Saya rasa, kedua hal ini sering bersifat karet. Terkadang, yang seharusnya masuk ke ranah aturan hukum, malah dikaitkan ke ranah norma etika. Atau sebaliknya, terkadang yang seharusnya masuk ke norma etika, malah masuk ke ranah aturan hukum. Tentu, konsekuensi akibat pelanggaran dari kedua hal ini berbeda. Maka dari itu, jika terda

Memperlakukan Kesetaraan

Saya sering dihadapkan ke situasi yang membuat saya kesulitan untuk menanggapinya. Saya akan berbicara mengenai kesetaraan dan keadilan tiap orang. Pada aspek ini, berada di antara jenis pria dan wanita.  Seperti yang sudah diketahui, perjuangan wanita untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan dengan pria sudah dimulai sejak lama. Saya tidak menyangkal, saya mendukung dan setuju dengan perjuangan itu.  Namun, pada suatu hal, saya cukup bingung ketika berada di situasi tertentu. Saya berniat untuk menunjukkan keselarasan antara pola pikir dan perlakuan yang saya berikan tentang perjuangan wanita tersebut. Seperti contohnya, ketika saya dihadapkan ke situasi yang: saya mendapatkan driver ojek motor online yang berjenis kelamin wanita. Saya bertubuh besar, dan jalanan yang akan saya lalui adalah jalanan ramai dan menanjak. Apakah saya harus menawarkan diri untuk menggantikannya? Jika iya, saya akan dianggap meremehkan kemampuan driver tersebut. Jika tidak, saya khawatir ak