Skip to main content

Sedikit dari Diskusi Media, Kuasa, dan Kita

Sabtu kemarin, saya menghadiri acara diskusi di Kineforum, Taman Ismail Marzuki. Acara itu berjudul Media, Kuasa, Kita dengan narasumber dari Pendiri Remotivi, Roy Thaniago; dan Pengajar Filsafat, Ito Prajna Nugroho. 

Sedikit tentangnya.

Sejak acara dimulai, saya berekspektasi untuk mendapatkan jawaban mengenai pengaruh media, peran media, dan cara saya sebagai pembaca media untuk menyikapi setiap berita dan informasi yang disebarkan, harus percaya atau tidak, hoax atau tidak. Saya sudah berharap, ketika saya pulang dari diskusi itu, maka saya mendapatkan sedikit gambaran untuk merespon suatu pemberitaan media. Ternyata, saya sudah salah dalam berharap.

Saya tak bisa menyalahkan siapa pun. Diskusi saja berarti bertukar pikiran. Dari pengertian itu, bukan berarti buah dari diskusi adalah munculnya sebuah jawaban, melainkan sebuah proses dialektika yang berjalan secara terus untuk mempertanyakan kebenarannya.

Saat sesi tanya jawab, saya bertanya, 

"Sejak kecil saya menyukai media. Saya sering menggunakan media dan membaca informasi maupun berita dari situ. Dulu, saya beranggapan bahwa media itu seharusnya netral. Namun, ternyata ketika saya semakin dewasa, saya beranggapan bahwa naif sekali jika media harus netral. Media pasti punya kepentingan. Saya ingat sekali ketika tahun 2014, Jakarta Post secara jelas mendeklarasikan diri untuk mendukung Joko Widodo. Mengapa untuk sekarang, tidak secara eksplisit saja bagi setiap media untuk menyatakan posisinya berada di posisi mana dan mendukung siapa? Baca saja di Twitter, orang-orang beranggapan bahwa jika menonton Tv One, maka dicap sebagi pendukung Prabowo, sedangkan jika menonton Metro Tv, maka pendukung Jokowi. Sebenarnya, media itu harus seperti apa? Mengapa tidak secara jelas saja mendeklarasikan diri tentang posisinya?"

Roy menjawab,

"Yang pertama, sebuah hal yang salah jika menganggap media harus menjadi netral. Netral itu berarti tidak memiliki posisi. Media itu tidak boleh netral, media harus memiliki posisi. Tetapi, media harus independen dari kepentingan pemilik modal. Contohnya ketika media mendukung masyarakat Rembang dalam kasus sengketanya. Namun, bukan berarti media tidak boleh menyajikan pemberitaan sedikit pun dari pihak perusahaan semen. Saya malah setuju jika media kembali ke masa sebelum Orde Baru. Saat itu, banyak media yang secara jelas menyatakan posisinya. Dari situ malah jelas, ada media yang condong ke liberalisme, komunisme, atau apa pun. Jadi ketika kita membaca media tersebut, kita sudah memiliki framing tertentu dari latar belakang media, sehingga informasi yang kita baca dapat kita cerna dengan baik. Menurut saya, mengapa media zaman sekarang masih malu-malu dalam menyatakan posisinya adalah efek dari masa Orde Baru. Baca saja The Guardian di Inggris, mereka secara jelas menyatakan posisi bahwa mereka mendukung buruh."

Nah, dari situ saya mendapat informasi baru. Meskipun, saya masih sangsi bahwa media bisa independen dan tidak terpengaruh oleh pemilik modal. Namun, paling tidak saya mendapat gambaran mengenai pengaruh dan peran media itu harus seperti apa. Ketika pertanyaan selanjutnya adalah proses pembaca dalam mencerna informasi dan terhindarkan dari hoax. Itu bagaimana?

Ada peserta yang bertanya tentang ketakutannya melihat fenomena media yang semakin gencar memberitakan informasi. Terlebih lagi karena era internet semakin kuat. Setiap orang bisa menjadi media penyebar informasi dan berita. Apa yang harus dilakukan pembaca?
Mereka tidak memiliki jawaban yang pasti tentangnya.

Ito memberi gambaran, bahwa kita harus bersikap seperti kaum cynics. Dia menyarankan bahwa ketika membaca media, kita tidak langsung menganggap itu sebagai kebenaran dan bersikap seolah tidak peduli dengan semua pemberitaan itu, malahan mengejeknya. Selain itu, dia pun berharap bahwa informasi yang benar tidak harus melulu dari media mainstream saja. Meskipun media-media yang belum menjadi mainstream tersebut bisa jadi akan menjadi mainstream, pasti akan muncul media-media baru yang kredibel dan layak dipercayai. Memang begitu dinamikanya. 
Sedangkan Roy memberi gambaran untuk tidak membaca dan memercayai media dari satu sumber saja. Tiap orang diharapkan untuk rajin menggali informasi dari berbagai media.

Satu hal yang saya suka adalah ketika membahas situasi politik di negeri jauh. Di situ, mereka juga memberi gambaran mengenai cara Donald Trump dan Vladimir Putin dalam memberitakan sebuah fakta. 
Satu contoh adalah ketika ada berita yang menyebutkan bahwa pasukan Rusia berada di Ukraina. Pada awalnya, Putin menolak dan berkata bahwa tidak ada tentara Rusia yang masuk ke Ukraina. Namun, beberapa minggu selanjutnya, dia berkata sebaliknya bahwa tentu ada tentara Rusia di sana.
Itu baru contoh dari Putin. Untuk kasus Trump, dia beranggapan bahwa dia dapat berkata apa pun tentang fakta atau bohong. Dia memiliki keyakinan bahwa:
Aku berkata seperti ini, ya itu terserah aku. Kamu mau berkata seperti itu ya terserah kamu. Kamu ada di posisi kamu. Dan aku ada di posisi aku. Tidak peduli itu fakta atau tidak.

Ternyata strategi politik yang dilakukan Trump dan Putin memiliki kesamaan. Ada sebuah terminologi politik yang disebut dog-whistle politics; atau peluit anjing. Mereka berkata sesuatu hanya untuk meyakinkan orang-orang yang sudah mendukungnya. Dia tidak peduli dengan orang-orang yang tidak percaya dan tidak mendukungnya. Strategi itu dirasa menguntungkan. Karena, beberapa penelitian yang dihimpun menunjukkan bahwa pembaca dan / atau juga pendukung tidak peduli tentang fakta atau berita bohong dari setiap informasi yang didapatkan.

Bagi saya, sepertinya, tidak akan ada formula yang tepat untuk menjawab pertanyaan tentang sikap yang harusnya dimiliki pembaca. Kemarin, salah satu peserta membahas tentang relasi kuasa.
Media dan pembaca merupakan hasil dari interaksi. Proses interaksi itu berlangsung karena adanya relasi kuasa. Relasi kuasa dapat terjadi karena adanya perbedaan pengetahuan.
Contohnya adalah ketika kita kecil, relasi kuasa yang terjadi adalah saat proses orangtua yang sedang mendidik anaknya. Pada awalnya, pengetahuan anak itu kosong, tidak memiliki informasi apa-apa. Ketika orangtua memberikan informasi baru ke anak, secara sadar atau tidak sadar, si anak akan menganggap bahwa informasi yang diberikan orangtua adalah benar dan valid. Ketika kita beranjak sedikit lebih tua, relasi kuasa berlangsung antara guru dengan muridnya. 
Proses dan kontrak relasi kuasa tersebut akan terus berlanjut. Tidak berbeda dengan relasi kuasa antara media dan pembaca. Hal itu sama dengan peran media. Ada relasi kuasa antara media sebagai pemegang kuasa dan pembaca sebagai pihak yang dikuasai. 

Sekarang ini. Seorang pembaca pasti sudah memiliki media masing-masing yang dianggapnya benar dan valid. Lantas, bagaimana untuk mencegahnya dari berita kebohongan jika tiap orang sudah telanjur menganggap medianya merupakan media yang paling benar? Tidak tahu. Susah.

Pemilihan pada media-media tertentu yang disukai pembaca merupakan hal yang sama dengan preferensi. Tiap orang memiliki preferensi tersendiri terhadap media yang dia pakai. 
Sedangkan, semua hal tentang preferensi tidak bisa diperdebatkan.

Pada diskusi kemarin, kami semua menyerah dan berakhir pada satu hal. 
Carilah kebenaran, meskipun dalam ilmu filsafat, sudah dinyatakan bahwa kebenaran yang mutlak itu tak akan pernah ada. 
Memang begitulah hidup, akan selalu menciptakan dinamika untuk mencari kebenaran secara terus menerus.

Comments

Popular posts from this blog

Retreat di Angela Patrick, Bandungan

Halo selamat berkarya! Sudah hampir sebulan tidak  update tulisan di blog ini. Saya akan berbagi cerita mulai dari Retreat yang telah saya jalankan bersama rekan-rekan SMAN 3 Semarang. Jumat, 9 Desember 2011 - Minggu, 11 Desember 2011 Pukul 14.30 seusai pulang sekolah hari Jumat - pukul 14.30 hari Minggu di Bandungan Acara tahunan dari DOC (salah satu subsie di SMAN 3 Semarang) adalah mengadakan retreat di luar lokasi sekolah kami. Biasanya acara tersebut diadakan di Bandungan. Pada tahun 2011 ini dan bersaman dengan pengalaman pertama saya mengikuti retreat bersama SMAN 3 Semarang, diadakan di Rumah Retreat Angela Patrick, Bandungan. Tepatnya berada di belakang Pasar Bandungan. Beginilah ceritanya... Kebetulan pada hari tersebut tidak diadakannya kegiatan belajar mengajar di sekolah, sehingga kami dapat pulang lebih awal dari biasanya. Awalnya saya dan Puguh teman saya belum tahu bila warga sekolah sudah diperbolehkan pulang, sehingga kami izin pada guru Bimbingan Konseling te

My Second Assignment

ANDIKA JATI NUGROHO 140608050 Peter Lind, Flavor Development Specialist Ben & Jerry’s Ice Cream, Waterbury, Vermont Hello. See me again. My name is Andika Jati Nugroho. I’m from G class. I got my second assignment from my teacher, Mrs. Bening. This unit is about “The Most Wanted Jobs in The World”. Luckily, we will discuss about Peter Lind, a flavor development specialist in an ice cream company. Here it is. First. I want to tell you, that I was simply shocked and I am still confused about Mrs. Bening’s system at reading activities. In Senior High School, reading is just a simple thing. We just read. Commonly, the text was fictional. But, Mrs. Bening used another way. The text was based on true story. And, we had to use other sources to find the information of text and think critically at understanding the text.   Let us start into the core. There is an ice cream company named Ben & Jerry’s Ice Cream in Vermont. It is located in North-East of United

PENSAGA 2013 Young Nationalism

Halo semua! Salam 26 Oktober 2013! Lagi-lagi Tuhan menciptakan kenangan baru di pikiran dan hati saya, lewat salah satu acara terbesar di tahun ini. Pentas seni karya SMA saya, SMAN 3 Semarang. Karena lagi tinggi sekali euforianya, sekalian ingin ditulis saja, jadi seperti straight news [katanya] hehe. Semoga saja ini menjadi kenangan saya yang dengan sedikit menarik tertulis di blogspot, hehe. Jadi seperti ini lho, ceritanya. Pensaga 2013. Ini adalah pensi terakhir saya di sekolah menengah atas. Kebetulan juga, saya menjadi panitia inti di situ. Kesempatan yang menyenangkan bukan. Di tahun terakhir, saya berharap besar bisa memberi sesuatu yang tak terlupakan untuk sekolah saya itu. Nah. Awal mula panitia dibentuk dari, jaringan komunikasi via SMS. "#PENSAGA2013, Selamat! Kamu terpilih sebagai panitia inti dari pensaga2013, akan diadakan kumpul perdana pada: Hari/tgl: Sabtu, 5 Januari 2013, pukul: 8.00 am, tempat: depan perpustakaan [eh, akhirnya di